Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). MK memutuskan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan di Gedung MK, Kamis (15/6/2023).
MK menilai, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Advertisement
"Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Anwar.
Pada putusan Mahkamah Konstitusi ini, terdapat dissenting opinion atau pendapat berbeda dari hakim konstitusi.
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap sejumlah pasal di UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Pemohon menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai diterapkan pada Pemilu 2024.
Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.
Selanjutnya, sempat terdapat isu mengenai bocornya putusan MK terkait sistem pemilu.
Isu tersebut muncul ke permukaan akibat cuitan mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia (wamenkumham) Denny Indrayana yang mengklaim mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Atas dugaan tersebut, Fajar Laksono pun telah menyampaikan bantahan.
Golkar Yakin MK Akan Konsisten dan Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily berharap MK memutuskan sistem proporsional terbuka.
"Harapan kami agar Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem pemilihan dengan proporsional terbuka sebagaimana sistem yang selama ini berjalan. Kami meyakini bahwa MK akan konsisten dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 tentang sistem proporsional terbuka," kata Ace saat dikonfirmasi, Kamis (15/6/2023).
Ace mengingatkan, apabila keputusan adalah proporsional tertutup, maka merusak demokrasi Indonesia.
"Jika MK mengabulkan gugatan kembali ke proporsional tertutup, maka akan menjadi yurisprudensi dan menjadi preseden yang buruk serta tidak sejalan dengan asas Ne Bis In Idem, yakni perkara dengan objek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya,” pungkasnya.
Reporter: Ahda Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement